Tuhan berhala
adalah Tuhan yang berwujud inderawi, baik yang sudah ada wujudnya di
alam maupun yang dibuat sendiri oleh manusia. Yang sudah ada di alam
adalah Tuhan berupa matahari, angin, api, gunung dan sebagainya. Sedang
Tuhan berhala buatan manusia adalah berupa patung. Baik yang dibuat
dari batu, semen, adonan kue maupun dari tanah liat.
Tuhan-tuhan
berhala ini adalah Tuhan yang menyebalkan. Apapun doa dan permintaan
hambanya tak pernah dijawab. Mereka diam saja. Bahkan diruntuhkan
kembali bentuknya oleh manusia, tuhan tuhan ini tidak melawan. Dengan
kata lain, Tuhan berhala ini tidak mempunyai kredibilitas sebagai Tuhan. Akibatnya,
semakin manusia berpikir, maka tuhan berhala ini mulai disingkirkan dan
akhirnya manusia membuat Tuhan baru.
Kemudian Tuhan berupa kumpulan Imajiner
Tuhan
imajiner adalah Tuhan yang dibuat manusia dalam imajinasinya. Dalam
pikirannya. Dalam khayalannya. Akibatnya, Tuhan menjadi tidak seragam. Walaupun sebagian manusia berkomplot, menulis rumusan Tuhan standar yang
sudah diakui secara bersama-sama. Tapi meskipun sudah dibakukan dengan
tinta dan kertas detail tentang Tuhan, tapi dalam imajinasi pemeluknya,
dalam penghayatan masing-masing individu, tetap saja Tuhan mereka
tidak sama. Tergantung pada kedalaman imajinasi mereka masing-masing.
Tergantung pada kebutuhan dan harapan masing-masing penyembahnya.
Jika
manusia lemah, maka dikatakannya Tuhan Maha Kuat. Jika manusia mulai
kuat, maka dibayangkannya Tuhan Maha Baik. Tapi jika hidupnya selalu
kacau dan menderita, maka dibayangkannya Tuhan Maha Penguji Kesabaran.
Singkatnya Tuhan menjadi seperti karet yang selalu ditarik-ulur sesuai kondisi
dan harapan manusia. Tuhan menjadi proyeksi oleh manusia itu sendiri.
Setelah itu Tuhan pun Mati
Setelah
lelah mengukir Tuhan sedemikian rupa dalam pikirannya, dalam
imajinasinya, dalam angan-angannya, dalam utopianya, maka akhirnya
manusiapun merasa kelelahan. Mereka mencapai klimaks imajinasinya. Manusia merasa mual dengan
Tuhan ciptaannya sendiri. Akhirnya semua Tuhan Tuhan imajiner itu
dibunuhnya. Mereka campakkan segala pembicaraan tentang Tuhan. Karena
mereka sadar, bahwa semua yang mereka bayangkan dan mereka katakan
tentang Tuhan, tak lebih dari hanya kumpulan rongsokan imajinasi metafisis.
Dibuat sendiri lalu diyakini sendiri.